#58 BERJUANG MELAWAN KEMATIAN

pict by Pinterest

Dari celah celah jendela kamar aku melihat rintik hujan yang belakangan sering datang. Aku menatapnya tanpa pikiran. Handphone yang biasanya selalu ku pegang, sengaja kuletakkan. Sekaligus meninggalkan pekerjaan. Hari itu, ketika aku sedang tidak ada pekerjaan apapun dan ingin mengabiskan waktu berdiam diri di kamar, seseorang menegaskan dengan kalimat "Tiduran aja, pekerjaan banyak mbok ya dibantu" 

Entah karena mood ku sedang tidak enak, atau memang kalimat itu yang menjadi trauma di diriku, seketika aku membalas "Kalau aku sedang kerja, capek juga ndak pernah ditanya. Tidak pernah ada yang membantu, dan aku juga ndak pernah cerita." 

Aku ingin menjelaskan banyak cerita, selama ini kalian pasti merasa bahwa menjadi anak tunggal itu serba enak. Tidak perlu bersaing untuk sebuah pembuktian kepada orang tua, tidak perlu menjadi lebih baik karena kalian yang terbaik. Tapi, biar kuberi tahu seberat apa itu

Pertama, Segala masalah kalian selesaikan sendiri. Aku tegaskan, kalian selesaikan sendiri. Tidak ada yang akan mendengar teriakan mu, tidak ada yang mau mendengar cerita mu. Mungkin, banyak anak di luar sana yang beruntung memiliki orang tua dengan pikiran terbuka. Tapi aku, aku seperti ditinggalkan sendiri. Mereka hanya membesarkan fisik ku saja tapi tidak dengan mental ku. Mereka bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidupku tapi tidak peduli dengan apa yang sedang berkecamuk di pikiranku. 

Menjadi anak tanggal itu harus mampu menggenggam sakit dan perih sendiri. Tidak akan ada yang mau menyelamatkan mu, tidak akan bisa. Belum pernah aku ditanya 

"apakah kamu bahagia?"

"apakah kamu menyukai hal yang kamu lakukan?"

"apa yang menjadi mimpimu?" 

"apakah kamu cukup dan puas dengan apa yang kamu lakukan?" 

"jangan hiraukan mereka, hiduplah dengan bahagia" 

Sampai detik ini, aku belum pernah mendengar kalimat secantik itu. Mungkin itu juga yang membuatku menjadi keras kepala dan cenderung kaku. Ternyata aku lupa bahagia. Aku tidak bahagia, aku tidak pernah merasa bahagia. Sejauh ini aku hanya merasa senang saja tapi belum bahagia. 

Aku senang berada dirumah karena nyaman, aku senang belajar karena menambah wawasan, aku senang bekerja karena mendapat uang. Tapi aku belum pernah bahagia. 

Aku tidak bahagia, karena aku masih mengikuti apa yang lingkungan paksakan untukku. 

Aku tidak bahagia, karena aku masih harus memenuhi ekspektasi orang lain

Aku tidak bahagia, karena semua mimpi ku kulakukan seorang diri. 

Ternyata aku tidak bahagia. 

masih banyak senyum ku yang "agar orang melihat aku baik baik saja" masih banyak trauma yang ternyata muncul tiba tiba, masih banyak yang berkecamuk di pikiran ketika aku sedang merasa hampa. Selama ini, keluh kesahku hanya kusimpan sendirian, masalah ku, perasaan ku, kecewa ku, sedih ku, senang ku, rasa bangga ku semua kunikmati sendirian. Terkadang itu menyenangkan, tapi kerap kali itu menyedihkan. 

Orang tua ku ada, mereka hadir sebagai sosok yang bisa dijadikan contoh. Mereka tidak kurang dalam memberiku kasih sayang, tapi mereka lupa anaknya ini sedang sekarat menderita sendirian. 

Anaknya ini tidak pernah ditanya tentang apa yang membuat bahagia

Anaknya ini dipaksa ikut berpikir masalah mereka, sedang mereka tidak peduli apa yang dihadapi anaknya. 

Anaknya ini sudah mau mati ditelan kesendirian. Sendirian melewati hal hal menakutkan, sendirian melewati banyak kematian. 

Kematian dari perasaan 

Kematian dari kebahagiaan. 

Di sepanjang rintik hujan yang turun, aku tetap menatap nya dengan tatapan kosong. Aku tidak pernah merasa hujan membawa kenangan, karena memang tidak ada kenangan. 

Bahwa aku sedang berjuang sendirian melawan kematian. 

Komentar

Postingan Populer