#29 HARI BERAT DAN TANGISAN DIAM DIAM

pict by pinterest

Sayangnya, mereka tidak pernah bertanya apa alasan dari keinginan yang sangat kuat untuk pergi magister diluar negeri. 


Mereka hanya seketika menilai bahwa keputusan itu agar aku "terlihat" keren di mata orang. 


Padahal, penyebab keinginan itu semakin hari semakin kuat dan terus muncul adalah rasa tidak nyaman tinggal di rumah. 


6 bulan lalu atau bahkan sejak 1 tahun lalu, aku tidak pernah menangis walau keadaan sesulit apapun. Baru 2 bulan di rumah, sudah sering aku meneteskan air mata. 

Lagi lagi mereka tidak bertanya, mengapa harus ke luar negeri. Mengapa harus kampus luar negeri. Jawabannya hanya satu. Aku ingin di tempat baru, berada di keramaian dimana tidak ada yang mengenaliku. Aku ingin berada di tempat yang meskipun sulit, aku menjadi semakin kuat. Aku ingin di tempat dimana emosiku di anggap wajar, senyumku di anggap sapaan ternyaman, tangisku di sambut pelukan dan semua "hal" yang umumnya disebut rumah. 


Kemudian, mereka hanya menilai keputusan ku ambisius. Mengingatkan berkali kali bahwa aku harus "berjuang" sendiri. Tidak ada lagi yang mampu mereka beri. Aku sadar, aku mendengar, dan stop jangan di ulang ulang. Aku mengerti. 


Kendati demikian, aku masih sungguh menyayangi mereka. Susah payah, derai cucur air mata dan keringat juga untuk kebanggan mereka. Tapi sekali lagi, maaf. Aku hanya tidak ingin dalam prosesku banyak di "intervensi" oleh mereka. 


Dan tenti saja mereka tidak bertanya, mengapa harus Eropa? Mengapa harus Belanda? Mengapa harus Utrect, Leiden, atau kota lainnya? 


Tidak, mereka tidak bertanya. 


Mereka sering bicara "kamu ini sukanya tiba tiba" dari mana kalimat asal itu keluar ? Tidak ada yang tiba tiba. 

Aku sudah bicara sebelumnya, kalian pasti anggap itu hanya gurauan.

Aku sudah mendiskusikan itu kemudian, kalian tidak mendengar. 


Apapun, aku ulangi segala apapun yang kalian tuduhkan, sejatinya hal hal yang sudah aku lakukan. 


Dan mereka kemudian tidak sekalipun bertanya, apakah kamu bahagia dengan pilihan itu? Apakah kamu kemudian tidak merasa kesepian dengan pilihan itu? Apakah kamu tidak merasa lelah dengan keputusan itu? 


Karena aku paham mereka. 


Aku tidak menuntut mereka memahami ku, karena akupun lelah memahami pikiranku sendiri. 

Tidak ada yang perlu dipahami, tidak ada yang perlu memahami. 

Biarkan saja, karena sudah begitu adanya. Itulah sebabnya, keputusan untuk ke Eropa, pilihan untuk ke Belanda adalah bulat. 


Dengan darah dan air mata, biarkan itu menjadi beban pikul untuk ku sendiri, karena memang sejak awal mereka tidak pernah benar benar ingin tahu bagaimana sakit, sedih, kecewa dan sendirinya aku saat ini. 


Komentar

Postingan Populer