#17 KENANG KENANGAN YANG BOLEH DIBAWA PULANG

 

pict by pinterest

Sudah pukul delapan, pantas saja sudah banyak panggilan tak terjawab dari nya. 

Begini biar ku jelaskan, namanya juga perempuan kalau siap siap sudah barang tentu lama. Belum mandi nya, belum make up nya. 

Aku sudah di depan Inasismu. Tulisnya, singkat. Aku sudah paham betul terlihat dari chat nya sudah pasti dia jengah menunggu ku yang tidak kunjung datang. 

Oh iya, aku lupa menjelaskan, inasis merupakan akronim dari inapan siswa, kata lainnya asrama. Jadi mungkin di tulisanku sebelumnya kalian sempat bertanya artinya apa. 

Dengan bergegas aku turun kebawah, menarik tas seadanya, memakai hijab sekenanya, menggunakan sendal saja, karena memakai sepatu akan memakan waktu lama. Jadi, nanti saja aku bisa mengenakan dimana mana, di mobil juga bisa. Untuk saat ini, yang terpenting aku harus segera ada di sekeliling pandangannya. 

Hai! ucap ku, tidak lupa dengan senyuman yang merekah. Tentu saja, aku sudah terlambat jadi harus terlihat ceria atau kasihan sehingga dimaafkan. 

Tidak banyak ekspresinya, wajahnya datar. Aku sudah berpikir macam macam, mulai dari apakah iya aku tidak dimaafkan, hingga mungkin saja moodnya sedang berantakan. 

Lagi lagi sepuluh menit pertama di mobil adalah waktu yang krusial. Tidak ada yang saling membuka obrolan diantara kami hingga topik tak terduga mencelos keluar. 

Aku sudah membaca ceritamu. Ujarnya. 

Lalu, bagaimana? kamu menyukainya? 

Tentu. Jawabnya singkat, dari sudut mata aku sempat melihat ia tersenyum ketika mengucapkan kata itu. 

Seseorang pernah berkata, inspirasi penulis datang ketika berbahagia atau sedang berduka. 

Lalu? 

Diantara itu, mana yang menginspirasimu? tanya nya kembali. 

Pilihan yang pertama, jawabku. 

Alasannya? 

Seseorang akan menjawab dengan, ia jarang menanyakan alasannya. Bukankah bahagia dan jatuh cinta terjadi begitu saja....

Kami terdiam, kemudian saling menatap. Tertaut antara pandanganku terjebak dalam luas dan dalamnya gelombang matanya.  

Aku tidak pernah paham mengapa kau begitu menyukai matcha, sampai aku benar benar tahu bagaimana rasanya. 

Seperti apa rasanya?

Seperti ketika kita berbahagia dan sedang jatuh cinta. Terjadi begitu saja.

Kembali terdiam. Panjang. 

Setelahnya, belum ada obrolan. Kami sibuk dengan geliat di pikiran masing masing. Percakapan dengannya sebenarnya menyenangkan, banyak hal yang sering kita bicarakan. Tapi, sekali dua kali ia sering menggunakan kesempatan itu untuk menyentuh ku pelan pelan. Caranya begitu lembut sampai aku tidak terasa.

Ruang ruang yang sebelumnya terasa hampa dan leluasa seketika begitu sesak dan penuh tawa. Senyumku sering merekah, tawaku kerap kali pecah. Aku tidak sadar, bahwa pelan pelan aku mulai menyukai rasa yang awalnya aku tidak pernah suka. 

Caranya cukup sederhana, hanya membawaku pada kondisi dan situasi tak terduga yang kerap kali memerahkan pipiku, membuatku tersipu lalu tertunduk malu. 

Ia tidak pernah menjanjikan banyak hal seperti yang sering dilakukan, tapi justru hal yang sederhana yang banyak membuat terkesan. 

Sengaja kutulis cerita ini dengan bahasa yang sederhana, tujuannya agar semua orang memahami bahwa bahasa cinta paling diminati adalah yang paling mudah dimengerti. 

Komentar

Postingan Populer